Bila
boleh memilih, para perempuan jangan menggunakan angkutan kereta komuter saat
di Jakarta. Berjubelnya penumpang akan memudahkan terjadi hal yang tidak
diinginkan. Perlu segera dipikirkan agar hak perempuan kian terjaga.
Di mana
pun mereka berada, di negara maju atau negara berkembang, di kereta komuter
yang penuh sesak atau di desa yang sepi, jutaan anak perempuan dan perempuan
dewasa berpotensi menghadapi pelecehan, kekerasan, dan intimidasi setiap hari.
Di Jakarta, contohnya. Ibu kota Indonesia ini menempati urutan kelima dari 16 kota di dunia karena ketidakamanan transportasinya.
Di antara kota-kota di Asia yang disurvei tersebut, Jakarta juga berada di urutan teratas dibandingkan Kuala Lumpur, Malaysia; Bangkok, Thailand; Manila, Filipina; dan Beijing, China.
Dengan urbanisasi yang cepat, kota-kota di dunia telah berubah menjadi sangat berbahaya. Diketahui, sejak 2011, lebih banyak orang tinggal di kota daripada di daerah pedesaan.
Pemerintah juga harus berjuang untuk mempertahankan standar keselamatan publik dalam menghadapi populasi yang berkembang cepat dan dukungan infrastruktur transportasi.
Thomson Reuters Foundation, bekerja sama dengan perusahaan pollingYouGov, meminta partisipasi lebih dari 6.550 perempuan di 15 dari 20 kota-kota terbesar di dunia, ditambah New York (kota terbesar di Amerika Serikat).
Para perempuan ini diminta untuk menggambarkan seberapa besar keamanan yang mereka rasakan ketika bepergian dengan transportasi umum. Pertanyaan yang ditujukan sebanyak lima poin, yaitu:
1. Bagaimana perempuan aman merasa bepergian sendirian
pada malam hari?
2. Bagaimana risiko pelecehan secara verbal atau fisik?
3. Apakah ada kemungkinan penumpang lain akan datang membantu mereka?
4. Sejauh mana kepercayaan bahwa pihak berwenang akan menyelidiki laporan dari pelecehan atau kekerasan tersebut?
5. Bagaimana ketersediaan transportasi umum yang aman?
Hasilnya, Bogota serta dua ibu kota Amerika Latin lainnya, yaitu Mexico City dan Lima (Peru), merupakan tiga kota dengan sistem transportasi yang paling tidak aman, setidaknya untuk perempuan.
Lebih kurang 60 persen dari perempuan yang disurvei melaporkan pelecehan fisik saat bepergian.
Mexico City bernasib terburuk, dengan 64 persen dari 380 perempuan mengatakan bahwa mereka telah diraba-raba atau dilecehkan di angkutan umum. Adapun di Lima, angkanya adalah 58 persen.
Mary Crass, Kepala Kebijakan Forum Transportasi Internasional OECD, mengatakan, hasil tersebut menyoroti perlunya tindakan lebih dari pemerintah dan pihak keamanan.
"Ketika ada yang dapat diandalkan, transportasi sulit diakses, ini dapat memengaruhi perempuan dan kemampuan orang untuk mengakses peluang, dan terutama bekerja, di daerah perkotaan. Hal ini dapat membuat perbedaan besar, khususnya bagi perempuan," katanya kepada Reuters.
Kekerasan dan ancaman kekerasan dapat membatasi gerakan dan kebebasan perempuan. Kekerasan bisa mengurangi kemampuan perempuan untuk berpartisipasi di sekolah, dalam pekerjaan, dan dalam kehidupan bermasyarakat.
Kekerasan juga membatasi akses perempuan untuk memanfaatkan layanan penting, dan merasakan kenikmatan terhadap peluang budaya dan rekreasi. Hal ini juga berdampak negatif pada kesehatan dan kesejahteraan.
2. Bagaimana risiko pelecehan secara verbal atau fisik?
3. Apakah ada kemungkinan penumpang lain akan datang membantu mereka?
4. Sejauh mana kepercayaan bahwa pihak berwenang akan menyelidiki laporan dari pelecehan atau kekerasan tersebut?
5. Bagaimana ketersediaan transportasi umum yang aman?
Hasilnya, Bogota serta dua ibu kota Amerika Latin lainnya, yaitu Mexico City dan Lima (Peru), merupakan tiga kota dengan sistem transportasi yang paling tidak aman, setidaknya untuk perempuan.
Lebih kurang 60 persen dari perempuan yang disurvei melaporkan pelecehan fisik saat bepergian.
Mexico City bernasib terburuk, dengan 64 persen dari 380 perempuan mengatakan bahwa mereka telah diraba-raba atau dilecehkan di angkutan umum. Adapun di Lima, angkanya adalah 58 persen.
Mary Crass, Kepala Kebijakan Forum Transportasi Internasional OECD, mengatakan, hasil tersebut menyoroti perlunya tindakan lebih dari pemerintah dan pihak keamanan.
"Ketika ada yang dapat diandalkan, transportasi sulit diakses, ini dapat memengaruhi perempuan dan kemampuan orang untuk mengakses peluang, dan terutama bekerja, di daerah perkotaan. Hal ini dapat membuat perbedaan besar, khususnya bagi perempuan," katanya kepada Reuters.
Kekerasan dan ancaman kekerasan dapat membatasi gerakan dan kebebasan perempuan. Kekerasan bisa mengurangi kemampuan perempuan untuk berpartisipasi di sekolah, dalam pekerjaan, dan dalam kehidupan bermasyarakat.
Kekerasan juga membatasi akses perempuan untuk memanfaatkan layanan penting, dan merasakan kenikmatan terhadap peluang budaya dan rekreasi. Hal ini juga berdampak negatif pada kesehatan dan kesejahteraan.
Berikut adalah 16 kota dengan sistem transportasi yang
berbahaya bagi perempuan:
1. Bogota, Kolombia
2. Mexico City, Meksiko
3. Lima, Peru
4. New Delhi, India
5. Jakarta, Indonesia
6. Buenos Aires, Argentina
7. Kuala Lumpur, Malaysia
8. Bangkok, Thailand
9. Moskwa, Rusia
10. Manila, Filipina
11. Paris, Perancis
12. Seoul, Korea Selatan
13. London, Inggris
14. Beijing, China
15. Tokyo, Jepang
16. New York, Amerika Serikat
1. Bogota, Kolombia
2. Mexico City, Meksiko
3. Lima, Peru
4. New Delhi, India
5. Jakarta, Indonesia
6. Buenos Aires, Argentina
7. Kuala Lumpur, Malaysia
8. Bangkok, Thailand
9. Moskwa, Rusia
10. Manila, Filipina
11. Paris, Perancis
12. Seoul, Korea Selatan
13. London, Inggris
14. Beijing, China
15. Tokyo, Jepang
16. New York, Amerika Serikat
Editor:
Syaifullah
Sumber:
Kompas
0 Response to "Jakarta, Kota Paling Berbahaya bagi Perempuan!"
Post a Comment