Banyak
ahli psikologi yang berbeda pendapat terkait rentang usia sehingga seseorang
bisa disebut anak. Mestinya hal ini tidak menjadi masalah karena ada hal lain
yang lebih penting dibanding hal ini. Pembahasan anak “mau jadi apa” rasanya
lebih menarik dan relevan.
Anak
adalah titipan, modal bagi sepasang suami istri karena sering kita temukan
suami istri yang belum mencapai derajat “orang tua” untuk beroleh surga atau
neraka. Menjadi anak tak perlu syarat, lain halnya untuk menjadi orang tua. Suami
istri harus bersusah payah, dan keberadaan anak menjadi prasyarat untuk
mencapainya.
Anak
itu modal, hal yang penting dalam mengelola modal (anak) adalah kesiapan dan
kecakapan sang pengelola modal (suami istri). Kesiapan berawal dari kesediaan
menjadi orang tua, sedangkan kecakapan tak akan hadir tanpa adanya iman dan
ilmu. Dengan iman, tak akan kehilangan arah, semata karena Allah SWT. Dan hanya
dengan ilmu, ikhtiar kita akan bermutu.
Tanpa
iman dan ilmu, kita bisa lelah hanya karena marah, bisa mudah capek hanya
karena hal sepele. Keajaiban yang bisa dihadirkan iman dan ilmu, kita masih
bisa berpuas hati dan menampilkan wajah berseri, sepelik dan sesakit apapun
ujian yang dilewati.
Kalau
boleh mengatakan, orang tua itu ibarat kata kerja. Seseorang boleh saja
bertambah tua, namun belum tentu bertambah dewasa. Ini mensyaratkan ikhtiar untuk
sampai kea rah sana. Kita boleh saja menyebut diri sebagai orang tua, tapi
tanpa latihan yang keras, dapatkah menjadi orang tua? Bukankah menjadi orang
tua lebih berarti dibanding disebut orang tua?
Mendidik Anak Mengenal Allah
Mengenalkan
Allah kepada anak menjadi tugas pertama orang tua. Dari sejak kandungan hendaknya
calon bayi sudah dibacakan ayat-ayat Quran, bukan nyanyian atau musik klasik. Karena
alunan firman Allah pastilah yang terbaik.
Saat
anak mulai pandai meminta ini dan itu, jangan sampai kita mengumbar kesaktian
uang, misal “Nanti nak, ayah belum punya uang”, betapa saktinya uang dalam
benak anak jika kalimat semacam ini yang sering diumbar. Akan tergambar dalam
pikiran anak betapa uang bisa memberi ini dan itu.
Wahai
orang tua, lebih baik katakanlah, “Iya nak, tolong bantu doakan ayah, semoga
Allah memberi ayah rezeki untuk membelikan barang yang kamu minta.” Kalimat
seperti ini tentu akan lebih baik dan bermanfaat. Apalagi kesadaran seperti ini dibiasakan sejak
anak-anak kecil, akan terbayang di benak anak betapa hebatnya Allah yang bisa
memberi ini dan itu.
Di
setiap saat selalu kenalkan Allah, seperti ucapan seorang ustadz, Allah dulu,
Allah lagi, Allah terus. (nabil)
0 Response to "Mengenalkan Allah Sejak Dini"
Post a Comment