Tekat
perempuan ini untuk mendapatkan masa depan yang lebih cerah layak diapresiasi. Menggendong
dan menimang sang buah hati dilakukan agar bisa mengikuti Ujian Nasional.
Subhanallah.
Sebuah
sepeda motor tua memasuki halaman SMPN 3 Ungaran, Kabupaten Semarang, Kamis
(7/4/2016) siang. Penumpangnya adalah sepasang suami istri bernama Sabani (36)
dan Anik (32) warga dusun Nglarangan, Desa Lemahireng, Kecamatan Bawen.
Mereka berlari-lari kecil
menyusuri selasar kelas-kelas yang ada. "Saya di ruang 20 mas, masih
jauh," kata Anik, dengan nafas terengah-engah sembari menggendong sang
buah hatinya.
Dalam gendongan Anik, bayi mungil
bernama Rafi Farid Syatir Abqori tertidur dengan nyenyak.
Pada hari terakhir Ujian Nasional
Pendidikan Kesetaraan (UNPK) Paket C ini, Ani mengaku terpaksa terlambat karena
harus mengurus sang buah hati.
Ia tak sampai hati
meninggalkannya di rumah, lantaran Rafi yang masih berusia tiga bulan itu masih
membutuhkan ASI yang cukup darinya.
Meski terlihat repot dengan
membawa serta anaknya, Anik tetap bersemangat mengerjakan soal-soal ujian di
hadapannya.
Sejenak dia bisa mengerjakan soal
tanpa gangguan si kecil, namun tak berapa lama anaknya terbangun. Ani dengan
sabar menenangkan Rafi agar tak mengganggu peserta ujian lainnya.
"Buat saya enggak
mengganggu, justru ini membuat semangat buat saya," ujarnya.
Mungkin lantaran kegerahan, Rafi
masih rewel sehingga Anik pun harus keluar dari ruangan untuk menenangkannya.
"Kalau saya tinggal di rumah
sama kakek neneknya paling cuman sebentar dia rewel. Anak saya juga tidak minum
susu formula, jadi saya harus setiap saat memberinya ASI," ucap Anik.
Kedua pengawas ruangan tak sampai
hati melihat Anik kepayahan mengasuh anaknya. Kursi dan meja Anik yang ada di
dalam ruangan pun akhirnya dikeluarkan agar ibu dan bayinya tersebut mendapat
udara yang segar.
Menurut Sabani, istrinya memang
mempunyai keinginan keras dapat melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi agar
bisa meraih masa depan yang lebih cerah. Tidak banyak yang bisa dilakukan
Sabani yang berprofesi sebagai penjaga sekolah SD ini untuk mewujudkan
cita-cita Anik, kecuali kesabarannya untuk mengantar-jemput istrinya selama
tiga tahun belajar di PKBM Ngudi Ilmu, Bawen.
Untuk mengikuti UNPK selama empat
hari ini, Sabani dan Anik harus menempuh perjalanan sekitar 10 kilometer dari
rumahnya. "Saya mendukung istri saya supaya bisa sekolah lebih tinggi. Dia
dulu hanya tamat SMP dan terpaksa berhenti karena tidak ada biaya. Setelah
lulus paket C ini dia pengen kuliah," kata Sabani.
Selain mendapat dukungan dari
keluarganya, tekad Ani dalam untuk melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi
ini juga mendapat simpati dari tim pengajar di PKBM NgudinIlmu tempat Ani
belajar selama ini.
Ignaitius Suparjan, guru paket C
inipun rela mendampingi anak didiknya dan bergantian mengasuh si Rafi.
"Saya sangat terharu dan
kasihan, sebab mereka berjuang keras untuk mengikuti pembelajaran ini selama
tiga tahun dan di empat hari harus menyelesaikan tugasnya dengan baik. Mungkin
Rafi ini adalah peserta ujian paling kecil di Indonesia karena usianya tiga
bulan," kata Suparjan.
Kepala Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan (P dan K) Kabupaten Semarang, Dewi Pramuningsih mengatakan,
pendidikan kesetaraan ini mempunyai karakteristik yang berbeda dengan
pendidikan formal.
Dirinyapun tak mempermasalahkan
kehadiran peserta yang terpaksa membawa serta bayinya ke dalam ruangan ujian.
"Memang karakteristik ujian
kesetaraan ini berbeda dengan formal ya? Artinya, di sini memang ada
kelonggaran. Apalagi kalau dia habis melahirkan, harus memberikan ASI. Itu
memang diperkenankan selama yang bersangkutan mampu untuk melaksanakan,"
kata Dewi.
Sumber: Kompas
0 Response to "Ingin Kuliah, Ibu Ini Gendong Anaknya Ikut UN"
Post a Comment