Setiap negara memiliki ciri khas para
penduduknya. Itu pula yang menyebabkan sejumlah kalangan mengenal dari mana
seseorang berasal. Termasuk orang Indonesia yang dikenal pemilik hidung pesek.
Selain warna kulit, warna mata, warna
rambut, bentuk hidung merupakan aspek fisik yang mudah dikenali untuk
mengidentifikasi ciri khas ras atau suku bangsa tertentu.
Ternyata selain faktor genetik, iklim berperan dalam mempengaruhi bentuk hidung manusia. Sebuah penelitan yang dipublikasikan dalam PLOS genetic journal baru-baru ini mengungkapkan hal tersebut.
Tim peneliti mengambil sample dengan mengukur hidung dari 476 partisipan dari Afrika Barat, Asia Selatan, Asia Timur, dan Eropa Utara. Selanjutnya dilakukan pencitraan wajah tiga dimensi.
Dari data tersebut, diidentifikasi perbedaan perbedaan bentuk hidung yang ditandai dengan lebar lubang hidung, jarak antara lubang hidung, tinggi hidung, panjang punggung hidung, tonjolan hidung, dan luas hidung.
Penelitian ini menujukkan fakta bahwa bentuk hidung yang berbeda-beda antara sekelompok manusia satu dengan lainnya tidak hanya dimungkinkan terjadi karena pergeseran genetik, namun iklim juga merupakan faktor kuat yang mempengaruhinya.
Hidung dengan bentuk cenderung datar dengan lubang hidung lebar banyak dimiliki orang-orang yang tinggal di daerah hangat. Sedangkan hidung sempit dimiliki orang-orang yang tinggal di daerah dingin dan kering.
Keturunan Afrika Barat, Asia Selatan, dan Asia Timur memiliki lebar hidung yang besar daripada keturunan Eropa. Jika dikaitkan fungsi hidung, maka bentuk hidung yang teradaptasi dengan iklim lokal suatu wilayah ini berhubungan dengan upaya untuk bertahan hidup.
Fungsi utama hidung adalah untuk bernapas dan mencium bau. Sebelum masuk ke bagian saluran pernafasan yang lebih dalam, udara yang dihirup harus mengalami penyesuaian tingkat suhu dan kelembaban. Adanya lendir dan kapiler darah di dalam hidung, membantu menghangatkan dan melembabkan udara yang dihirup sebelum mencapai bagian sensitif dari saluran pernafasan.
Oleh karena itu, bentuk nasal yang lebih sempit bisa membantu meningkatkan kontak antara udara yang dihisap dan jaringan di dalam hidung yang membawa kelembaban dan panas. Hal ini memberikan manfaat bagi orang-orang yang tinggal di iklim dingin, begitu pula sebaliknya. Jadi bentukan adaptif hidung ini menunjang hidup manusia untuk bertahan di lingkungan dengan iklim yang berbeda-beda.
Ternyata selain faktor genetik, iklim berperan dalam mempengaruhi bentuk hidung manusia. Sebuah penelitan yang dipublikasikan dalam PLOS genetic journal baru-baru ini mengungkapkan hal tersebut.
Tim peneliti mengambil sample dengan mengukur hidung dari 476 partisipan dari Afrika Barat, Asia Selatan, Asia Timur, dan Eropa Utara. Selanjutnya dilakukan pencitraan wajah tiga dimensi.
Dari data tersebut, diidentifikasi perbedaan perbedaan bentuk hidung yang ditandai dengan lebar lubang hidung, jarak antara lubang hidung, tinggi hidung, panjang punggung hidung, tonjolan hidung, dan luas hidung.
Penelitian ini menujukkan fakta bahwa bentuk hidung yang berbeda-beda antara sekelompok manusia satu dengan lainnya tidak hanya dimungkinkan terjadi karena pergeseran genetik, namun iklim juga merupakan faktor kuat yang mempengaruhinya.
Hidung dengan bentuk cenderung datar dengan lubang hidung lebar banyak dimiliki orang-orang yang tinggal di daerah hangat. Sedangkan hidung sempit dimiliki orang-orang yang tinggal di daerah dingin dan kering.
Keturunan Afrika Barat, Asia Selatan, dan Asia Timur memiliki lebar hidung yang besar daripada keturunan Eropa. Jika dikaitkan fungsi hidung, maka bentuk hidung yang teradaptasi dengan iklim lokal suatu wilayah ini berhubungan dengan upaya untuk bertahan hidup.
Fungsi utama hidung adalah untuk bernapas dan mencium bau. Sebelum masuk ke bagian saluran pernafasan yang lebih dalam, udara yang dihirup harus mengalami penyesuaian tingkat suhu dan kelembaban. Adanya lendir dan kapiler darah di dalam hidung, membantu menghangatkan dan melembabkan udara yang dihirup sebelum mencapai bagian sensitif dari saluran pernafasan.
Oleh karena itu, bentuk nasal yang lebih sempit bisa membantu meningkatkan kontak antara udara yang dihisap dan jaringan di dalam hidung yang membawa kelembaban dan panas. Hal ini memberikan manfaat bagi orang-orang yang tinggal di iklim dingin, begitu pula sebaliknya. Jadi bentukan adaptif hidung ini menunjang hidup manusia untuk bertahan di lingkungan dengan iklim yang berbeda-beda.
Sumber: Tempo
0 Response to "Mengapa Hidung Orang Indonesia Pesek?"
Post a Comment