Bakti sosial selamanya. Begitulah spirit
keluarga dr Uyik Unari Dwi Kaptuti dalam membantu sesama. Sudah ribuan
penderita katarak disembuhkan. Kisah pasien menjadi buku.
Banyak orang yang mengenal dr Uyik Unari Dwi Kaptuti dari gaya tertawanya yang berderai-derai. Namun, lebih banyak yang mengaguminya karena satu hal. Yakni, jiwa sosial yang tinggi.
Direktur utama Klinik Mata Utama (KMU) itu telah mengoperasi katarak sekitar 3 ribu mata warga tidak mampu. Semua gratis. ’’Cukup menunjukkan surat keterangan dari orang selain keluarganya. Bisa perangkat atau orang lain,’’ papar Uyik, panggilan akrab perempuan 48 tahun tersebut.
Selain dana pribadi, operasi katarak gratis itu dibantu salah satu perusahaan obat dan Yayasan Kemanusiaan Indonesia (YKI).
Dari mana ribuan pasien tersebut? Uyik dan timnya sering blusukan. Tiga kali dalam sepekan, alumnus Universitas Airlangga (Unair) Surabaya itu menyediakan semua kemudahan bagi pasien. Uyik dan suaminya, Rusli, punya alasan kuat untuk aktif memberantas katarak. Sebab, 70 persen penyebab kebutaan di Indonesia adalah katarak. ’’Harus diberantas dan dituntaskan,’’ tegas dia.
Uyik makin merasa miris saat mengutip data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Pada 2010, misalnya, di Indonesia setiap tahun 210 ribu orang mengidap katarak. Indonesia berada di peringkat kedua jumlah penderita katarak terbanyak di dunia.
Uyik dan suami meniatkan diri mengemban misi sosial. Bagi keduanya, menolong orang tidak mampu tidak perlu pikir panjang. ’’Tidak bisa ditunggu. Belum tentu lima tahun kemudian dia punya uang. Harus ditolong segera,’’ ungkapnya.
Misi-misi sosial tersebut tidak hanya dilakukan di wilayah Gresik. Delapan kliniknya tersebar di wilayah Jawa Timur. Misalnya, Surabaya, Lamongan, Tuban, dan Bojonegoro. Dalam sebulan, sekitar 700 mata dioperasi katarak. Nah, menolong ribuan penderita katarak itu melahirkan kisah-kisah unik. Uyik menuangkan coretannya dalam buku berjudul Thousand Island of Love.
’’Coretan itu saya tulis saat di mana saja. Di sela-sela perjalanan, dalam mobil, pesawat, kereta api, stasiun, atau bandara saat pesawat delay,’’ jelasnya. Termasuk ketika merenung di kamar tidur maupun kamar praktik operasi. Begitu datang inspirasi, dia langsung mengeksekusinya. Di ponsel juga bisa.
Semua disatukan menjadi buku. Tujuan utamanya, mengabadikan momen yang pernah dirasakan dan dialami. Salah satu tulisan Uyik menceritakan beragam ucapan terima kasih setelah operasi. Ada yang kirim ayam goreng satu kardus. Sayur urap-urap, tempe, sampai rempeyek dalam kaleng bekas biskuit yang bagian luarnya berkarat.
’’Waktu itu perawat saya bilang, ’Ini dari pasien yang dokter operasi kemarin. Tadi pesannya, makanan yang khusus dibuat untuk dokter’,’’ ujar Uyik.
Siapakah dia? Uyik lantas teringat seorang nenek. Perempuan 65 tahun tersebut selalu mengenakan baju yang sama setiap berobat ke klinik mata. ’’Mungkin itu baju terbaik yang beliau punya,’’ katanya. Hati Uyik basah oleh rasa haru. Betapa nenek tersebut ingin memberikan apa pun yang dimiliki sebagai bentuk terima kasih.
Sebagian pasien mengirimkan pesan lewat ponsel. Mereka sangat bahagia telah disembuhkan lewat tangan dokter mata murah hati seperti Uyik. ’’Banyak orang yang masih produktif. Misalnya, guru, sopir, sampai tukang batu. Senang sekali sembuh dan kembali bekerja,’’ ungkap dia.
Ada yang sujud syukur. Lalu, memuji ketampanan dokter di ruang operasi. Beragam ekspresi pasien katarak terlontar begitu membuka matanya. ’’Ya Allah, padhang (terang, Red), Dok.’’ Begitu ungkapan bahagia salah seorang pasien.
Ada pula yang lucu. Begitu gembiranya, pasien itu memuji-muji. Mereka bilang Uyik masih muda banget. Beda sama yang dia lihat sebelum operasi. ’’Lalu, saya bilang, ’Saya ini sudah tua. Sudah punya anak lima’,’’ kenangnya, lantas terkekeh. Kenangan, ucapan terima kasih, dan beragam ekspresi itu menghadirkan kebahagiaan dalam diri Uyik. Tidak bisa dinilai dengan apa pun.
Jiwa sosial Uyik dan keluarga bukan hanya itu. Mulai 2016, dia memberikan beasiswa bagi lulusan dokter terbaik di Unair. Beasiswa senilai Rp 30 juta tersebut diberikan untuk mengikuti sertifikasi phaco (salah satu metode operasi katarak) selama tiga bulan di KMU.
Buku Thousand Island of Love itu pun dijual dengan sangat murah. Dengan menggandeng komunitas, Uyik hanya menghargai ongkos cetak, Rp 10 ribu. Mereka bisa menjualnya lagi Rp 40 ribu dan boleh diambil komunitas tersebut.
’’Sampai kapan saya baksos? Sampai kiamat nanti. Anak-anak saya harus meneruskan,’’ tandas perempuan yang tinggal di Grand Kartini tersebut.
Sumber: Jawa Pos
Mohon Ijin Sekaligus Mohon Ma,af Saya Nitip Di Bawah ini Semoga Bermanfa,at Bagi Kita Para Santri Amiiiin
ReplyDeleteRaja Pulsa
Jelita Reload
Permata Pulsa
Market Pulsa
Distributor Pulsa
Pulsa Murah